Kamis, 24 Maret 2011

Dituntut 6 Tahun Penjara, Istri ME Menangis

>> Lanjutan Sidang Kasus Dugaan Korupsi PAB Dumai
DUMAI – Aminah tak dapat menyembunyikan tangisnya ketika mendengar tuntutan hukuman kurungan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap suaminya, H. Mustar Effendi (ME). Bahkan ia mencoba menghalang-halangi wartawan ketika hendak mewawancarai ME seusai sidang. “Apa lagi ni, tadi kan udah dengar sendiri,” ujarnya sembari mendorong salah seorang wartawan di Pengadilan Negeri (PN) Dumai, Kamis (24/3).

Bersama dengan Fahrizal, Mantan Sekdako Dumai periode 1999 sampai 2004  ini terseret dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan air bersih kota Dumai yang telah merugikan Negara sebesar 1 Miliar rupiah.

Saat memasuki sidang yang dimulai sekitar pukul 15.30 WIB ME terlihat tenang, bahkan setelah itu, dengan seksama ia mendengarkan kalimat demi kalimat tuntutan yang dibacakan JPU kepadanya. “Saya sehat dan dapat mengikuti sidang,” ujar ME kepada Majelis Hakim yang diketuai oleh Barita Saragih, SH, LLM saat sidang hendak dibuka.

Oleh JPU, Mustar Effendi dituntut 6 (enam) tahun dan 6 (enam) bulan penjara, serta denda Rp. 250 juta rupiah dan dalam waktu 3 (tiga) bulan wajib membayar uang pengganti sebesar 1 (satu) miliar rupiah tanggung renteng dan seimbang dengan saksi Fahrizal. Sedangkan Fahrizal, dituntut 7 (tujuh) tahun dan 6 (enam) bulan penjara, serta denda Rp. 350 juta rupiah dan dalam waktu 1 (satu) bulan wajib membayar uang pengganti sebesar 1 (satu) miliar rupiah tanggung renteng dan seimbang dengan saksi H. Mustar Effendi.

Dalam tuntutannya, JPU menegaskan hal-hal yang memberatkan terdakwa Mustar Effendi antara lain karena telah merugikan Negara 1 (satu) miliar rupiah, tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi, mengakibatkan masyarakat kota Dumai tidak dapat menikmati air bersih dan tidak mengakui perbuatannya.

Menurut JPU kedua terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melawan hukum atas perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi. Salah satunya, disebutkan JPU terkait penyertaan modal yang Surat Perintah Membayar (SPM) ditandatangani oleh ME guna pembentukan perusahaan konsorsium, yang nyatanya perusahaan tersebut tidak pernah terbentuk, namun dana yang telah dicairkan digunakan oleh Fahrizal demi kepentingan perusahaannya, PT. Riau Mineralindo Perkasa (RMP).

ME dan Fahrizal dituntut karena telah melanggar ketentuan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah, Kemendagri Nomor 9 Tahun 2002 dan Perjanjian Kerjasama antara Pemko dan pihak ketiga pada 30 Oktober 2002.

Penasehat Hukum Mustar Effendi yang ditemui Vokal seusai sidang berpendapat bahwa tuntutan yang dibacakan oleh JPU terlalu dipaksakan. Ia mengatakan bahwa uang pengganti sebesar 1 Miliar rupiah yang ditujukan JPU kepada kliennya tidak relevan, sebab menurutnya yang harus bertanggung jawab mengenai itu adalah Fahrizal. “Sudah jelas yang menerimanya Fagrizal, ini tentu tidak relevan,” Ungkap Dia.

Sidang ini sendiri akan dilanjutkan pada Kamis (31/4), minggu depan dengan agenda pembacaan pembelaan dari Tim Penasehat Hukum masing-masing terdakwa. (ndo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar